Tanggal 5 Juni adalah Hari Lingkungan Hidup Sedunia atau World
Environment Day (WED). Dalam kolom Opini harian Kompas terbitan Kamis, 5 Juni
2008 (halaman 6), Marison Guciano menyuguhkan tulisan berjudul
"Ecocide!" (pemusnahan massal lingkungan atau ekosistem sebagai
sumber-sumber kehidupan). Penulis memaparkan terungkapnya proses alih fungsi
hutan lindung di Bintan oleh anggota DPR dengan disetujui pejabat negara yang
berwenang yang tentu saja ada uang suapnya. Sumber perusakan lingkungan di sini
jelas adalah "hati" para pimpinan tinggi negara, sebagai penentu
"nasib masa depan" negara, yang "serakah",
"egois", "licik", "mengambil peluang penggunaan
wewenang yang menguntungkan dirinya". Akibatnya, tentu ekosistem
lingkungan rusak dan rakyat kecil akan menerima dampak kerusakan itu, sehingga
mereka menjadi bertambah miskin dan tidak bisa hidup layak dan sehat sebagai
manusia.
Kompas, Jumat, 6 Juni 2008, dalam halaman Humaniora-Fenomena (hal.
14), mengangkat tulisan mengenai lingkungan hidup dengan judul "Perlu
Kelola Perilaku". Tulisan ini memaparkan bahwa lingkungan memiliki
kemampuan melumat "limbah" sehingga alam tetap bersih dan tercapai
keseimbangannya. Namun, karena tekanan manusia, daya alam itu melemah, bahkan
menghilang. Perlu campur tangan manusia untuk mengatasi pencemaran akibat ulah
sendiri tersebut. Penanggulangan ini harus dimulai dengan membenahi perilaku
pemerintah dan warganya. Upaya mengubah perilaku atau kebiasaan bukan perkara
mudah dan cepat. Dalam terbitan yang sama, di rubrik Metropolitan (hal. 26)
tertulis berita mengenai kualitas air dengan judul "Empat Sungai di Bekasi
Tercemar", di mana sungai-sungai tersebut tercemar oleh logam dan bakteri
berbahaya sebagai akibat pembuangan limbah industri yang tidak diolah. Ironisnya,
air sungai tersebut merupakan bahan baku air minum di Bekasi dan Jakarta yang
jel as tidak memenuhi syarat air minum warga. Perusakan lingkungan di sini
jelas disebabkan oleh hati manusia yang "tidak memiliki perasaan, tidak
peduli, tidak malu karena tidak tahu malu dan tidak punya malu yang tidak mau
tahu apa saja akibat yang akan diterima oleh sesamanya".
Dalam Kompas, Sabtu, 7 Juni 2008, di halaman Bisnis & Keuangan
(hal. 21), tertuang hal penting yang terkait dengan pertanian yang berjudul
"Menyelamatkan Waduk, Menolong Kehidupan ...". Paparan ini adalah
salah satu dari hal yang diulas Kompas, Kamis, 12 Juni 2008 di halaman 16,
dengan judul "Ahim & Zaenal, Raksabumi (penjaga hutan) di
Neglasari" (kampung yang berbatasan dengan Gunung Simpang di Kecamatan
Cidaun, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat). Penulis menyatakan bahwa bencana alam
yang terjadi di Indonesia bisa dikatakan sebagai buah keserakahan manusia yang
mengambil hasil hutan secara tidak terkendali. Tak heran kalau cagar alam
Gunung Simpang seluas 15.428 hektar dengan pohon-pohon yang besar sangat
menggoda sebagian orang untuk memanfaatkannya secara berlebihan. Dalam tulisan
tersebut, Ahim mengatakan bahwa selama hutan terjaga dan tidak dirusak oleh
siapa pun, air irigasi akan mengalir sepanjang musim (catatan: padi bisa
ditanam tiga kali dalam setahu n yang merupakan produk sawah irigasi di wilayah
ini). Air untuk kebutuhan rumah tangga juga akan tersedia kapan pun. Listrik
akan terus menyala, tak pernah putus (catatan: air dari hutan digunakan untuk
menggerakkan kincir yang memutar dinamo sehingga dihasilkan energi listrik). Di
sini jelas tertulis bahwa sumber perusakan lingkungan hidup adalah
"keserakahan atau kerakusan hati manusia".
Dari paparan sebelumnya menjadi jelas bahwa "hati dari
manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah" adalah sumber
perusak lingkungan hidup bumi ciptaan Tuhan ini. Kita akan membahas tema
"Krisis Ekologi dan Kepemimpinan Kristen" mulai dari Kejadian 1
mengenai penciptaan alam semesta yang menjadi tempat untuk kebutuhan hidup umat
manusia.
PEMBAHASAN
Kejadian 1:24-30
1. Alam dan isinya diciptakan dahulu sebelum manusia dengan tujuan
menyediakan kebutuhan hidup manusia. Berarti, memang Tuhan memakai alam dengan
segala isinya agar menjadi sumber hidup dan kelangsungan hidup manusia sehingga
jika merusakkannya, manusia akan tahu sendiri akibat yang harus ditanggungnya.
2. Dalam Kejadian 1:26-29, Tuhan berfirman: "Baiklah Kita
menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas
ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh
bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi." Maka Allah
menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya
dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Allah memberkati mereka,
lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak;
penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan
burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi."
Berfirmanlah Allah: "Lihatlah, Aku memberikan kepadamu segala
tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang
buahnya berbiji; itulah akan menjadi makananmu.
Dari paparan ayat-ayat tersebut jelas bahwa kita tidak bisa
menafsir "beranakcuculah dan bertambah banyak, penuhilah bumi ..."
lepas dari konteks maksud Allah menciptakan manusia, laki-laki dan perempuan,
menurut gambar-Nya. Begitu juga perintah "berkuasalah atas ikan-ikan di
laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di
bumi".
Maksud Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya adalah agar
ketika melaksanakan mandat untuk berkembang biak dan menguasai ciptaan Tuhan di
alam ini, manusia bisa menghadirkan pemerintahan Allah di bumi ini. Seluruh
alam berasaskan karakter Allah. Karakter Allah, antara lain kasih, kesucian,
keadilan, kebenaran, ketertiban, dan ketegasan semuanya adalah unsur-unsur
karakter Allah yang dapat dipilah dan dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan,
karena semua karakter itu ada dalam satu kesatuan. Begitu juga dengan
pengasihan, berkat, kemurahan, kesabaran, pemberian kesempatan, pengampunan,
dan anugerah adalah bagian dari karakter kasih Allah. Sedangkan murka Allah
adalah ungkapan ketegasan karakter kesucian, keadilan, kebenaran, dan ketertiban
Allah.
Murka sebagai ungkapan ketegasan karakter Allah ini bisa terlihat
pada diri siapa saja, kapan saja, di mana saja, baik pribadi, kelompok
keluarga, kelompok umat, atau pun kelompok seluruh umat manusia yang telah
melakukan kejahatan terhadap sesama, termasuk kejahatan pada lingkungan hidup,
yang terlihat maupun yang tidak terlihat.
Jika manusia mau memiliki anak, ia harus dapat memelihara anaknya
tersebut dengan memberi makanan, minuman yang cukup dan menyehatkan. Oleh
karenanya manusia harus berpikir: kalau anak banyak, apakah ia sanggup
memberikan kebutuhan hidup dasar yang cukup kepada anaknya sebagai manusia
ciptaan Tuhan yang bermartabat.
Kalau anak banyak, jelas membutuhkan makanan dan minuman yang juga
banyak. Pasti makanan dan minuman yang dibutuhkan manusia akan diperebutkan dan
menjadi pemicu keributan antarsesama umat manusia. Siapa yang salah? Lihat saja
catatan pertengkaran antara gembala Lot dengan gembala Abram. Kelihatan sekali
Lot sangat menekankan haknya, padahal dia adalah keponakan Abram yang
dipelihara oleh Abram sejak kecil. Bersamaan dengan itu, kelihatan juga hatinya
yang rakus atau tamak. Buktinya dia mau tinggal di kota Sodom yang
perdagangannya memang sangat menguntungkan. Peristiwa tersebut terjadi pada
saat tanah yang menjadi sumber hidup masih luas (Kej. 13:1-18). Apalagi
sekarang ini. Tentu tidak terbayangkan. Kebutuhan makanan dan minuman, termasuk
kebutuhan hidup ternak peliharaannya, tentu berasal dari tanah yang subur, dan
makin hari akan makin dibutuhkan tanah yang makin luas. Jumlah orang yang
bertambah juga tentu membutuhkan tempat tinggal yang lebih banyak d an dengan
sendirinya membutuh tanah yang lebih luas. Padahal, untuk kebutuhan makanan dan
minuman yang lebih banyak, tentu membutuhkan lahan untuk menanam
tumbuh-tumbuhan yang terkait.
Jadi jelas bahwa, baik manusia untuk beranak cucu atau menguasai
alam bumi yang menjadi sumber makanan kelangsungan hidup manusia, benar-benar
harus dikelola dengan menghadirkan pemerintahan Allah yang berasaskan karakter-Nya
yang sudah dipaparkan sebelumnya.
Berarti perintah "taklukkan dan kuasai alam dengan ciptaan
Tuhan lainnya" tentu harus dilakukan dengan tertib, baik mengatur,
memelihara kelangsungan hidupnya, maupun mengendalikan; bukan semau manusia.
Juga bukan dengan cara eksploitasi.
Kalau semua ini dilakukan manusia dengan taat pada maksud Tuhan
menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya, maka tidak akan terjadi
sebagaimana yang terjadi di seluruh dunia saat ini. Tentu sejumlah bencana alam
yang terjadi memang adalah dari alam ini sendiri, seperti tsunami, gempa, dan
gunung meletus. Tetapi lapisan ozon rusak, es Kutub Utara mencair, polusi berat
di udara, tanah, dan air, serdta banjir dan longsor akibat hutan yang gundul
adalah bencana yang terjadi akibat ulah manusia sendiri.
Mari sekarang kita membahas sumber pemicu persoalan
manusia,termasuk perusakan ekosistem alam bumi ciptaan Tuhan ini.
Kejadian 3:1-24
Dari kejatuhan manusia mula-mula sudah kelihatan bahwa manusia itu
menekankan pemakaian haknya dan tamak akan segala hal, termasuk kekuasaan.
Jadi, pada sikap dan tindakan manusia mula-mula itu sudah terlihat jelas bahwa
mereka lebih suka mengikuti saran Setan yang memanfaatkan nafsu kedagingannya
daripada menuruti perintah Tuhan. Sudah digambarkan Paulus di Roma 1:29, kita
adalah keturunannya yang harus sadar akan kelemahan kita sebagai manusia ini.
Paulus, sebagai seorang rasul, justru telah dengan jujur mengakui di Roma 7: 18
bahwa "di dalam diri dia sebagai manusia, tidak ada yang baik". Kalau
kita tidak mau mengakui ini, maka umat manusia dengan alamnya akan semakin
hancur dan musnah. Jangan lupa, kebinasaan kekal menanti manusia yang tidak mau
jujur mengakui kelemahannya dan mengakui dirinya tidak sanggup untuk
mengatasinya. Mari kita mohon kemurahan dan pengasihan Allah Bapa melalui Yesus
Kristus yang telah mengutus Roh Kudus untuk memberi dukungan d an kekuatan
kepada manusia untuk menghadapi kedagingannya sampai akhir hayatnya.
Markus 7:21
Isi yang dinyatakan oleh Tuhan Yesus Kristus dalam Markus 7:21,
segala pikiran jahat (yang terkait dengan tema, yang di antaranya adalah
pencurian, keserakahan, kejahatan, kelicikan dan tipu muslihat, jelas adalah
sumber masalah kehidupan pribadi, kelompok, masyarakat dan lingkungan alam
bumi. Istilah keserakahan tidak terdapat dalam Matius 15:19; kata yang ada
adalah pencurian yang sumbernya jelas dari keserakahan. Rasul Paulus, dalam
Galatia 5:17-21, menggunakan istilah "keinginan daging" untuk
menggantikan istilah "hati". Hal-hal yang dikemukakan Rasul Paulus adalah
"kepentingan diri sendiri", "pesta pora" (berkonotasi pada
gaya hidup boros dan konsumtif tak terkendali).
Siapa yang dinyatakan rakus, tamak, dan serakah? Rakus berarti
merampas/mengambil sesuatu dengan kasar dan paksa yang bukan haknya. Kalau kita
membaca Matius 23:25, maka yang rakus itu justru adalah para rohaniwan dan
tokoh agama, yaitu para ahli Taurat dan orang Farisi. Wah, ini betul-betul
harus menjadi peringatan keras dan serius bagi seluruh pimpinan Kristen.
Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika Tuhan Yesus Kristus dalam
Lukas 12:15 mengingatkan para murid-Nya agar waspada terhadap ketamakan. Orang
yang serakah pasti mewujudkannya dengan memperdayakan objek yang menjadi
sasaran aktualisasi ketamakannya, baik pada manusia maupun terhadap alam (1
Tes. 4:6). Orang tamak pasti juga kikir untuk berbuat baik dalam ketulusan (1
Kor. 5:10, 11; 6:10; Mat. 25:31-46).
Dari paparan Tuhan ini, tersimak bahwa tidak mungkin kita akan
bisa memberi sesama yang sangat membutuhkan air dan makanan tanpa didapat dari
air bersih dari alam untuk dikonsumsi secara aman dan sehat. Dengan kata lain,
khususnya untuk era sekarang, sebelum kita menyediakan air layak minum, maka
ekosistem lingkungan bumi alam ini harus kita pulihkan, jaga, dan pelihara
kelangsungan keberadaannya dahulu, sehingga dapat menjadi sumber hidup seluruh
umat manusia. Saya berseru: "Mari para calon pimpinan Kristen, kita sadar,
kita peka, dan kita wujudkan maksud Tuhan di alam ini!"
posting ulang:
posting ulang: